Muhammad Al Fatih Sultan Ottoman Sang Penakluk Konstantinopel - SEPUTAR IQ
INFORMASI BERITA HARI INI PERISTIWA TERUPDATE

Muhammad Al Fatih Sultan Ottoman Sang Penakluk Konstantinopel

Gambar Muhammad Al Fatih Sultan Ottoman Sang Penakluk Konstantinopel

SEPUTAR IQ - Konstantinopel dulu merupakan kota paling penting di dunia pada abad pertengahan, karena letak strategisnya dalam perekonomian maupun politik dunia. Konstantinopel yang terletak di antara benua Asia dan Eropa serta dibelah Selat Bosportus, juga menjadi ibu kota Byzantium Romawi Timur sejak 324 Masehi sampai awal abad ke-15 Masehi.

Penaklukan Konstantinopel dilakukan Turki Utsmani di bawah kepemimpinan Muhammad Al Fatih atau Sultan Mehmed II, dengan mengalahkan Kekaisaran Romawi Timur dan berhasil mencatatkan sejarah besar dengan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 Masehi. Hampir selama Abad Pertengahan, Konstantinopel merupakan kota terbesar dan termakmur di Eropa.

Baca juga: Sejarah Singkat Dinasti Goryeo dan Munculnya Tokoh Wang Geong

Masa kecil Muhammad Al Fatih?

Ketika berusia 11 tahun, ia dikirim oleh sang ayah untuk memerintah Amasya sebagai gubernur. Hal ini sesuai dengan tradisi Kesultanan Utsmaniyah, di mana pangeran yang sudah cukup umur akan diutus untuk memerintah suatu wilayah sebagai bekalnya kelak menjadi sultan. Murad II juga mengirim banyak guru untuk mendidik Muhammad Al Fatih, salah satunya adalah Molla Gurani.

Setelah naik takhta di usia 12 tahun, Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun. Pada tahun 1444 Masehi, setelah mengadakan perjanjian damai dengan sebuh wilayah, Murad II memilih turun takhta dan menyerahkan kepemimpinan kepada Muhammad Al Fatih.

Muhammad Al Fatih pun naik takhta Kesultanan Turki Ottoman di usia 12 tahun. Karena usianya yang masih sangat muda, ia memerintah dengan banyak dibantu oleh perdana menteri dan orang-orang terdekatnya.

Perjalanan Muhammad Al Fatih?

Pada masa awal kekuasaan, Kesultanan Utsmaniyah diserang oleh orang-orang Hongaria di bawah pimpinan John Hunyadi. Saat itu, pasukan Hongaria melanggar perjanjian dan menyerang Muhammad Al Fatih karena dipengaruhi oleh utusan Paus Martinus V, yaitu Kardinal Julian Cesarini.

Tidak siap menghadapi pasukan Hongaria, Muhammad Al Fatih memohon kepada ayahnya agar naik takhta kembali. Meski sempat menolak, Murad II kembali naik takhta pada tahun 1446 Masehi dan memimpin hingga akhir hayatnya pada tahun 1451 Masehi. Sepeninggal Murad II, Muhammad Al Fatih yang telah berusia 19 tahun, kembali memegang tampuk kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah.

Pada masa pemerintahannya yang kedua, Muhammad Al Fatih bertekad untuk memperkuat angkatan laut Ottoman dan berusaha merebut Konstantinopel dari Kekaisaran Romawi Timur. Keinginannya ini pun dapat terwujud hanya dalam waktu dua tahun. Pada awal tahun 1453 Masehi, ia mengerahkan 80.000-200.000 pasukan Ottoman, artileri, dan 320 kapal perang untuk mengepung Konstantinopel.

Pada awal April tahun 1453 Masehi, Muhammad Al Fatih menyerang Konstantinopel dan mengepungnya. Pengepungan berlangsung selama 53 hari, sampai akhirnya Konstantinopel jatuh pada 29 Mei tahun 1453 Masehi. Pihak Konstantinopel yang dipimpin oleh Kaisar Constantine XI sebenarnya mendapatkan bantuan dari para pembelot Ottoman dan Vatikan. Namun, mereka tetap tidak kuasa membendung kekuatan Muhammad Al Fatih dan pasukannya.

Awal kekuasaan Konstantinopel?

Setelah Konstantinopel jatuh, Muhammad Al Fatih mengerahkan pasukannya ke Provinsi Morea di Peloponnesos pada tahun 1461 Masehi. Penaklukkannya pun terus berlanjut hingga ke Serbia, Albania, hingga Crimea. Setelah penaklukkan yang dilakukan Sultan Muhammad Al Fatih, Ottoman mulai mengonsolidasikan kerajaannya dengan membentuk pemerintahan. 

Pengadilan kerajaan kemudian diisi oleh para pejabat yang hanya setia kepada sultan dan membolehkannya menggunakan otoritas dan kekuasaan yang besar. Begitu pemerintahan terpusat terbentuk, Sultan Muhammad Al Fatih dengan hati-hati menunjuk para pejabat yang bisa membantu mewujudkan agendanya.

Sultan juga mendelegasikan wewenang dan fungsi pemerintahan yang besar kepada para pembesarnya sebagai bagian dari kebijakan agar pemerintahannya tidak terlalu absolut. 

Semasa kepemimpinannya, Muhammad Al Fatih meninggalkan banyak warisan kemajuan. Beberapa peninggalan Muhammad Al Fatih yakni Masjid Fatih dan Istana Topkap. Selain itu, Muhammad Al Fatih juga memiliki banyak guru atau pembimbing yang berasal dari kalangan ulama, salah satu ulama berpengaruh kala itu, yang juga menjadi guru dan orang dekatnya adalah Syaikh Aaq Syamsuddin.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda
Tambahkan Komentar
Sembunyikan Komentar